Mahasiswa menjadi harapan masyarakat untuk menjawab semua bentuk ketidakadilan yang dilakukan pemerintah.
Karena mahasiswa memiliki pandangan dan keberanian untuk menyampaikan pendapat didepan umum.
Aksi demonstrasi warga dan mahasiswa masih terus terjadi di beberapa kota Bangladesh.
Mahasiswa masih turun ke jalan memprotes aturan kuota aparatur sipil negara yang diterapkan pemerintahan Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina.
Meskipun pada akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung setempat karena menimbulkan konflik.
Hingga hari ini banyak Pengunjuk rasa dan pasukan keamanan yang tersebar di sejumlah kota.
Setidaknya 139 orang telah tewas, menurut data dari rumah sakit yang dirilis Minggu (21/7/2024).
Layanan internet dan pesan teks di Bangladesh juga telah dihentikan pemerintah sejak Kamis.
Sekaligus merupakan hari di mana pasukan keamanan memberlakukan aturan penindakan pengunjuk rasa yang menentang larangan pertemuan publik.
Demonstrasi dilakukan sebagai bentuk protes nasional atas pemberlakuan kuota khusus anak-anak pahlawan kemerdekaan untuk bekerja sebagai pegawai negeri.
Merespon hal tersebut sejumlah pelajar perguruan tinggi merasa bahwa aturan ini sangat diskriminatif.
Pemberlakukan sistem kuota terbaru mencadangkan 30% jabatan di pemerintahan untuk anak-anak dari mereka yang berjuang untuk memenangkan kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971.
Sementara itu, ada jatah 10% untuk perempuan, dan 10% untuk penduduk di distrik tertentu.
Untuk mengendalikan situasi, Mahkamah Agung Bangladesh pada hari Minggu menghapuskan sebagian besar kuota pekerjaan.
Tentunya ketetapan ini membatalkan keputusan pemerintah sebelumnya terkait penerimaan PNS.
“Menolak perintah pengadilan yang lebih rendah, Divisi Banding Mahkamah Agung memerintahkan bahwa.
93% pekerjaan di pemerintahan harus terbuka bagi kandidat yang pantas,” kata Jaksa Agung A.M. kata Amin Uddin kepada Reuters.
Namun mereka berencana melanjutkan aksinya sampai terjadi pembebasan beberapa pemimpin mahasiswa yang ditahan.
Serta memuntut pemerintah untuk secepatnya melakukan pemulihan internet serta layanan seluler lainnya.
“Keputusan Mahkamah Agung nampaknya tidak jelas bagi kami. Tidak ada solusi yang jelas untuk semua jenis kuota,” kata Abdul Quader, salah satu koordinator.
Para ahli mengaitkan kerusuhan ini dengan stagnannya pertumbuhan lapangan kerja di sektor swasta dan tingginya angka pengangguran kaum muda.
Sehingga menjadikan pekerjaan di sektor publik dengan kenaikan upah reguler menjadi sangat menarik bagi kelompok yang mencakup hampir seperlima populasi penduduk.