Di tengah perkembangan teknologi dan informasi yang semakin canggih keberadaan budaya menjadi sulit untuk dipertahankan.
Diperlukan kerjasama dan persamaan visi dari semua pihak agar berkomitmen menjaga nilai nilai luhur bangsa.
Seniman Indonesia yang berasal dari Bali, Putu Winata mengadakan pameran tunggal.
Yakni dengan menampilkan sejumlah karya dari seri lukisan terbarunya tentang Subak,
Sebuah sistem irigasi khas Bali, di Kedai Kebun Forum Yogyakarta, dari 3 sampai 10 Juli 2024.
“Saya ingin ceritakan tentang kondisi secara umum Subak yang ada di Bali.
Jadi saya bercerita tentang sistem irigasi di Bali yang mungkin beratus ratus tahun lalu sudah ada di Bali,”
Hal itu diucapkan Putu Winata disela pembukaan pameran tersebut di Yogyakarta, Rabu sore.
Ada 12 karya seni lukisan tentang Subak yang dipamerkan dalam pameran tunggal Putu Winata dengan judul “Tutur Jatiluwih” tersebut.
Karya-karya lain dari seri lukisan Subak juga telah dipamerkan pada 2024 dalam Art Jakarta Gardens (April), Focus Art Fair New York (Mei), dan di D Gallerie, Jakarta (Juni).
Seri lukisan Subak dihasilkan berdasarkan riset yang dilakukan di Jatiluwih, kawasan persawahan subak bereputasi internasional di Bali.
Jatiluwih merupakan bagian dari Lanskap Subak Catur Angga Batukaru, situs sistem subak pada lanskap budaya Bali yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia.
“Subak adalah sistem irigasi khas Bali yang dikelola petani untuk mengairi lahan pertanian, terutama sawah.
Komponen subak terdiri dari lanskap sawah berteras, persawahan yang dihubungkan dengan sistem saluran air, desa, pura, dan hutan yang melindungi pasokan air,” katanya.
Subak juga berarti perkumpulan petani pengelola air irigasi di lahan sawah.
Sudah ada di Pulau Bali selama hampir 1.000 tahun, subak mewujudkan kearifan tradisional Bali.
Yang memberikan nilai tentang cara hidup yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Jadi, saya ingin mengangkat air dan Subak itu sebagai sumber dari inspirasi saya saat ini, bahkan mungkin dalam periode beberapa tahun ke depan.
Dan di Yogyakarta ini, saya menceritakan tentang Jatiluwih, daerah di Bali yang ada Subak terbesar saat ini,” katanya.
Melalui seri lukisan Subak, Putu Winata menyelami warisan budaya kuno untuk menggali nilai nilai yang relevan dengan situasi kontemporer.
Karya-karyanya mengangkat kearifan lokal menjadi pesan universal tentang pentingnya menjaga alam dan merawat nilai spiritual.
Pihak Director NR Management Novita Riatno, selaku mitra manajerial pameran mengatakan.
Pameran berjudul “Tutur Jatiluwih” menggambarkan fenomena alam dan lanskap mengabaikan aturan realisme dan perspektif,
Sehingga karyanya membiarkan alam tumbuh dan meluas di luar kanvas.
“Lebih dari sekadar potret lanskap, lukisannya adalah bentuk dinamis kehidupan dengan segala kemungkinan.
Karya-karyanya mengekspresikan keindahan dan keagungan alam dengan cara yang unik dan otentik,” katanya.