Berbagai kesenian lahir dan berkembang dari masa ke masa sehinga sampai pada saat sekarang.
Sebagai generasi bangsa seharusnya bisa menjaga kelestarian budaya agar tetap tumbuh subur.
Kethoprak adalah kesenian rakyat yang komplit, karena dalam kethoprak memuat berbagai unsur kesenian lainnya.
Dalam suatu pementasan kethoprak didalamnya ada unsur karawitan, tari, dagelan, dan tembang.
Didukung dengan tata artistik bahkan seni peran berkolaborasi untuk memainkan sebuah lakon.
Hal tersebut diungkapkan Umar Sanusi, salah satu anggota Dewan Kebudayaan Kulon Progo dalam workshop kethoprak.
Acara tersebut diselenggarakan Dinas Kebudayaan, Kamis Kliwon (14/2) di Taman Budaya Kulon Progo.
Selain itu, menurut Umar, kethoprak adalah kesenian rakyat yang lahir dari rakyat dan dinikmati oleh rakyat kethoprak lahir dari luar beteng, jadi kethoprak benar-benar kesenian rakyat.
“kethoprak adalah kesenian rakyat, namun akhir-akhir ini sudah kurang diminati masyarakat, saying sekali.
Makanya kita harus bergerak mengembalikan kethoprak sebagai kesenian yang diminati oleh masyarakat.”, ujar Umar.
Dalam kesempatan tersebut Dinas Kebudayaan Kulon Progo menghadirkan dua narasumber lain yaitu Bondan Nusantara dan Pardiman Joyonegoro.
Bodan Nusantara memberikan materi tentang penyutradaraan sedangkan Pardiman Joyonegoro membawakan materi bagaimana dalam metata iringan untuk sebuah pementasan.
Menurut Bondan, saat ini di Daerah Istimewa Yogyakarta yang paling mendesak adalah regenerasi penulis naskah kethoprak.
Jika tidak segera ada regenerasi maka dikhawatirkan tidak ada lagi penulis naskah kethoprak dimasa datang.
Karena saat ini penulis naskah yang ada sudah sepuh-sepuh dan sudah tidak seproduktif lagi seperti ketika masih muda.
“harapan saya, dari masing-masing kecamatan bisa mengirimkan satu penulis naskah, nanti kita bimbing.
Agar paham bagaimana menulis naskah yang bisa membuat penonton terbawa dalam lakon yang dibawakan.
Yang penting adalah keberanian untuk menulis.” terang Bondan.
Sedangkan Pardiman, memaparkan bagaimana menata sebuah iringan agar bisa membuat sebuah pertunjukan khususnya kethoprak bisa lebih hidup dan mengena terhadap penonton.
Karena iringan pada sebuah pertunjukan harus bisa menyatu menjadi sebuah pertunjukan yang utuh.
“Seting waktu sangat penting untuk menentukan sebuah garapan musik, apakah abad 16, abad 17, tahun 1830, tahun 1928, tahun 1960, 1970, 1990 atau 20018 akan mempengaruhi sebuah garapan musik sebuah pertunjukan.
Suasana suatu adengan juga memerlukan pemikiran agar nuansa yang dibangun dapat dirasakan penonton.” papar Pardiman.
Sementara, Kepala Bidang Seni Adat dan Tradisi Dinas Kebudayaan Kulon Progo, Wruhantoro, S.S, menjelaskan bahwa.
Tujuan workshop ini untuk meningkatkan kualitas kethoprak di Kulon Progo. “Kami berharap dengan diselenggarakannya workshop ini yang di ikuti oleh perwakilan dari 12 kecamatan dapat menungkatkan kualitas kethoprak di Kulon Progo.
Semoga hasilnya bisa kita lihat bersama pada Festival Kethoprak Kabupaten Kulon Progo yangakan diselenggarakan pada buan Juli mendatang.”