Pembangunan di Indonesia harus terbebas dari korupsi agar memiliki kualitas yang baik.
Semua lembaga yang mendapat amanah pengerjaan proek wajib menyelesaikan sesuai dengan standart.
Karena hal ini akan selalu diamati oleh banyak masyarakat dan aparat penegak hukum.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengirimkan tim untuk terjun ke daerah.
Mereka akan meninjau langsung kondisi tempat evakuasi sementara (TES) atau shelter tsunami.
Yang berada di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan menemukan sebagian bangunannya sudah roboh.
“Sesuai foto-foto yang saya lihat, mungkin juga rekan-rekan pernah lihat fotonya, bangunannya sudah sebagian roboh.
Jadi, tidak bisa digunakan,” ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis.
Asep mengatakan penyidik KPK telah menggandeng pakar konstruksi dalam pemeriksaan kondisi bangunan.
KPK juga akan melibatkan auditor dalam perhitungan kerugian keuangan negara tersebut.
“Kalau terkait dengan masalah bahan bangunan dan lain-lain akan diperiksa oleh ahli.
Karena kita mendatangkan ahli ya, ahli konstruksi maupun ahli penghitungan kerugian negara,” ujarnya.
Asep belum memberikan penjelasan lebih lanjut temuan pakar konstruksi dan auditor terkait dengan shelter tersebut.
Sebelumnya KPK pada Senin, 8 Juli 2024 mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES)/Shelter Tsunami.
Yang dilaksanakan oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun 2014.
KPK juga telah menetapkan dua tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya.
KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.
Diperkirakan kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar.
Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.
Proyek dikerjakan pada bulan Agustus 2014 oleh kontraktor dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Proyek gedung dengan perencanaan yang dapat menampung 3.000 orang tersebut.
Pernah terungkap sempat masuk ke Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.
Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.
Bulan Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Sekitar 1 tahun setelah penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok.
Sehingga menyebabkan gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.